Berita Produk Sekretariat Registrasi Konsul

Makna dan Hakikat Tahun Baru Hijriyah

DALAM Islam, Tahun Baru Hijriah memiliki makna dan hakikat tersendiri yang berbeda dengan penanggalan lainnya. Selain memiliki makna historis dan sosiologis, mempunyai makna makna teologis.

Peristiwa hijriah merupakan momentum lahirnya sebuah peradaban baru bagi dunia kemanusiaan. Peristiwa hijriah sesungguhnya layak untuk diperingati bukan saja oleh umat Islam, melainkan juga bagi siapa pun yang concern terhadap dunia kemanusiaan. Momentum hijriah dapat dijadikan simbol monumental tumbuhnya sebuah era baru kemanusiaan yang betul-betul konstruktif.

Hakikat Tahun Baru Hijriah ialah tahun perubahan. Bisa dibayangkan seandainya bukan karena jasa besar Nabi Muhammad SAW yang mengawali karier kemasyarakatannya di Madinah, mungkin belum bisa kita menyaksikan masyarakat madani atau civil society seperti yang kita kenal saat ini. Hal itu diakui ilmuwan Barat seperti Marshall GS Hodgson dalam karya monumentalnya, The Venture of Islam, Concience and History in a World Civilization.

Momentum hijriah mengubah peradaban mistik dan khurafat menjadi masyarakat rasional dan profesional, dari tradisi menghafal ke tradisi menulis dan membaca, dari tradisi androsentris yang memuja laki-laki dan memojokkan perempuan ke era kesetaraan gender. Juga dari era perbudakan ke era pembebasan budak dan dari era diktator para raja ke era masyarakat yang menghargai musyawarah dan demokrasi.

Penanggalan Islam dihubungkan dengan momentum perjuangan Nabi, bukannya kelahiran atau kematian Nabi, memiliki arti penting tersendiri. Penanggalan Hijriah sendiri menggunakan ukuran bulan, bukannya matahari seperti kalender miladiyah atau Masehi.

Penanggalan Masehi lebih tua daripada penanggalan Hijriah karena penanggalan Masehi dihubungkan dengan kelahiran Nabi Isa atau Yesus Kritus menurut keyakinan umat kristiani. Di antara keduanya terpaut panjang, sekitar 581 tahun, seperti yang kita saksikan besok, umat Islam memperingati Tahun Baru Hijriah 1440.

BACA JUGA:  Berbagi Sahur Gratis untuk Masyarakat

Sejarah dan konsep kalender hijriah berawal ketika dunia Islam semakin meluas sampai keluar dari jazirah Arab, terutama pada zaman pemerintahan Khalifah Umar yang meluas sampai ke Mesir, Persia, dan berbagai wilayah di luar Arab lainnya.

Untuk mengatur pemerintahannya yang semakin luas, Umar mengangkat beberapa sahabat untuk menjadi gubernur, di antaranya Muawiyyah menjadi gubernur di Suriah, termasuk wilayahnya ialah Yordania. Amru bin Ash diangkat menjadi Gubernur Mesir. Musa Al-As’ari diangkat menjadi Gubernur Kuffah. Mu’adz bin Jabal diangkat menjadi Gubernur Yaman, dan Abu Hurairah diangkat menjadi Gubernur Bahrain.

Setelah itu, Khalifah Umar bin Khatthab mengumpulkan para tokoh dan para sahabat di Madinah untuk menyepakati sistem penanggalan pemerintahan. Dalam musyawarah tersebut dibicarakan rencana membuat tarikh atau kalender Islam.

Dalam musyawarah itu muncul berbagai usul tentang momentum yang akan digunakan sebagai penanggalan Hijriah. Akhirnya yang disepakati para sahabat ketika itu ialah hijrahnya Nabi Muhammad SAW dari Mekah ke Madinah. Dari sinilah bermula penanggalan dan tarikh Islam dinamakan tahun Hijriah.

Makna lain yang bisa dipetik dari peringatan Tahun Baru Hijriah ialah penyegaran iman dan keyakinan. Dalam salah satu hadis Nabi ditegaskan, “Perbaruilah keimanan kalian dengan membaca dua kalimat syahadat.” Tentu maksud hadis ini bukan menganggap kita sudah keluar dari Islam lantas diminta ramai-ramai untuk bersyahadat ulang.

Maksud hadis di atas ialah kita diminta untuk senantiasa memperbarui komitmen keislaman kita dalam setiap event yang penting, misalnya hari raya keagamaan, hari raya nasional, dan hari penting personal kita, misalnya hari ulang tahun.

Mengapa Rasulullah memerintahkan kita untuk senantiasa memperbarui keimanan kita? Salah satu sebabnya ialah Allah Mahatahu kalau kita itu bukan malaikat, melainkan kita warga umat Islam yang tidak luput dari berbagai kekhilafan dan dosa. Dosa-dosa dan kejahatan, baik dilakukan di dalam keluarga maupun di ruang publik, mulai dosa kecil sampai dosa besar, sepantasnya kita sesali dan mohonkan ampun. Siapa tahu tahun baru ini ialah tahun terakhir bagi kita. Na’udzu billah.

BACA JUGA:  “Energy Of AABI” HUT Ke-2 DAC Gerbangkertosusila

Sebagai seorang muslim, ada tiga hal yang harus dilakukan setiap kali kita memasuki pergantian tahun. Pertama, kita wajib bersyukur terhadap umur yang ditambahkan Allah SWT. Betapa banyak saudara bahkan mungkin keluarga dekat yang tidak bisa menyaksikan pergantian tahun baru karena keburu dipanggil Allah SWT. Tidaklah tepat merayakan pergantian tahun baru dengan serbahura-hura dan gemerlapan. Sebaiknya kita memperingati pergantian tahun ini dengan lebih banyak terharu.

Kedua, kita harus memohon ampun kepada Allah SWT terhadap segala dosa dan maksiat yang telah dilakukan di sepanjang tahun ini. Ketiga, kita wajib memohon bimbingan dan petunjuk-Nya agar tahun baru dan tahun-tahun mendatang senantiasa di dalam lindungan Allah SWT. Tahun-tahun mendatang diprediksi sebagai tahun yang penuh power struggle, penuh kekerasan akibat semakin ketatnya persaingan hidup.

Harapan kita kepada segenap masyarakat, khususnya umat Islam Indonesia, agar di malam tahun baru yang akan datang, kita peringati dengan kematangan yang ditandai dengan kesadaran meninggalkan pola hidup konsumerisme ke pola hidup penghematan.

Alangkah indahnya jika setiap keluarga menghimpun anggota keluarganya untuk salat berjemaah seraya memohon berbagai harapan kepada Allah SWT.

Repost dari :

https://mediaindonesia.com/read/detail/183619-makna-dan-hakikat-tahun-baru-hijriah

Team Support Agus Agus Bersaudara Indonesia Siap Membantu Anda, Jangan Ragu Untuk Menghubungi Kami